Bendungan peninggalan Belanda Di Indonesia

Mungkin semua sudah tau dan mengerti bahwa Belanda menjajah Indonesia sampai 3,5 abad, dan banyak sekali peninggalan Belanda yang masih digunakan dan berfungsi dengan baik. Salah satunya yaitu bendungan, memang Belanda tidak diragukan lagi dalam urusan ini. Sudah banyak bendungan peninggalan belanda yang ada di indonesia. berikut ini saya akan menjelaskan bendungan-bendungan yang ada di Indonesia yang merupakan peninggalan Belanda. 1. Bendungan Pacal Waduk atau bendungan pacal yaitu merupakan salah satu tempat wisata yang ada di Bojonegoro, wisata ini menyuguhkan lingkungan alam yang sangat mempesona karena di kelilingi oleh bukit-bukit yang sangat indah. Bendungan yang di bangun pada tahun 1933 pada jaman Belanda itu bernama Waduk Pacal ( Bendungan Pacal ) karena berada di desa Pacal. Bendungan Pacal ini terletak 35 Km dari arah selatan kota Bojonegoro. Waduk Pascal yang memiliki luas sekitar 3,878 kilometer persegi dan kedalaman 25 meter ini, merupakan bangunan sarana pengairan peninggalan zaman belanda dengan manfaat multifungsi. 2. Bendungan Pice Bendungan Pice yang terletak di Gantung, Belitung Timur, ini adalah sebuah bendungan peninggalan Belanda. Konon, namanya diambil dari nama seorang arsitek Belanda bernama Sir Vance yang merancang bendungan ini. Diujung bendungan terdapat tulisan "1934/35/36", mungkin untuk menandakan bahwa bendungan tersebut dibangun pada tahun 1934-1936.Bendungan Pice berdiri di hulu Sungai Lenggang. Dengan panjang sekitar 50m, dibangun 16 pintu air dengan masing-masing pintu air memiliki lebar sekitar 2.5m. Konon, Belanda membangun bendungan ini agar mereka dapat dengan leluasa mengatur tinggi rendahnya permukaan air di sungai ini, sehingga mempermudah sistem kerja kapal keruk mereka untuk mengeksplorasi timah.Sayang, bendungan ini sudah tidak difungsikan lagi (atau mungkin sudah tidak berfungsi). Saya sangat ingin melihat "air terjun" yang dihasilkan oleh bendungan ini yang konon bisa mencapai ketinggian hingga 10m. 3. Bendungan Salamdarma Bendungan Salamdarma dibuat oleh Belanda pada tahun 1923, jauh sebelum Indonesia Merdeka. Ternyata ada juga peninggalan penjajah yang bermanfaat untuk Indonesia di masa kini yaitu untuk kepentingan pengairan area pesawahan dan perkebunan. Bendungan ini ada di perbatasan Kabupaten Subang seluas 11.684 hektar dan yang berada di Kabupaten Indramayu lebih luas yaitu 24.504 hektar. Di Salamdarma dua aliran air dari sungai Cipunegara dan sungai Karawang bertemu dan dialirkan ke sungai Sewo dan sungai Salamdharma yang mengalir ke Wanguk, sampai Lonyod. Salamdarma diurus oleh Perum Jasa Tirta II Divisi III yang kantornya ada di Kecamatan Patrol. Bendungan Salamdarma memang tidak seindah dulu. Sekarang memang masih tampak segar karena banyak tetumbuhan hijau nan rindang di sana. Tetapi bunga-bunga beraneka warna yang menambah indah dan semarak suasana sudah tidak kelihatan lagi. Mungkin pengurus Salamdarma semakin hari semakin malas memelihara taman. Padahal dari dulu hingga sekarang, Salamdarma adalah objek wisata gratis tempat masyarakat istirahat meneduhkan raga dan pikiran. 4. Bendungan Jagir Bendungan Jagiryang digunakan sejak tahun 1920-an. Bangunan ini terletak di Kecamatan Jagir, tepatnya diantara Jl. Jagir dan Wonokromo. Walaupun dibangun pada masa penjajahan Belanda namun keberadaan dam atau pintu air Jagir ini masih terpelihara dan berfungsi dengan baik. Dalam sejarahnya Sungai Jagir ini pernah menjadi tempat bersauhnya pasukan Tar-tar yang merupakan bala tentara Raja Kubilai Khan dari Mongolia yang akan menyerang Kediri yang saat itu di perintah oleh Prabu Jayakatwang Masyarakat sekitar memanfaatkan lokasi ini untuk memancing, sehingga di sekitar dam tersebut banyak yang mendirikan kios kios yang menjual keperluan para pemancing. Ada pula yang memanfaatkan Bendungan Jagir sebagai tempat mencari nafkah yakni dengan mengambil lumut sebagai umpan ikan bagi nelayan. Bahkan Bendungan Jagir digunakan sebagai penyuplai air yang diolah menjadi air bersih bagi sebagian warga kota. Sementara itu, meskipun sudah ada larangan berenang di bendungan namun beberapa warga masih berminat untuk mencoba derasnya aliran sungai ini. Tak jarang hal itu mengakibatkan korban jiwa. Korban jiwa juga sering dikaitkan dengan cerita mistis mengenai bendungan, yakni adanya siluman buaya putih. Bangunan Bendungan Jagir pernah direnovasi pada tahun 1978 namun bentuk dan gaya arsitekturnya dibiarkan tetap seperti aslinya. Menurut sejarah yang ada Bendungan tersebut awal mulanya sebagai pengendali banjir kota. Hingga saat ini Pemerintah Kota Surabaya telah menetapkan bangunan Bendungan Jagir ini sebagai salah satu Benda Cagar Budaya yang perlu dilestarikan dan dipertahankan keberadaannya. 5. Bendungan Katulampa Bendungan Katulampa adalah bangunan yang terdapat di Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Jawa Barat. Bangunan ini di bangun pada tahun 1911 dengan tujuan sebagai peringatan dini atas air yang sedang mengalir ke Jakarta serta sarana irigasi lahan seluas 5.000 hektar yang terdapat pada sisi kanan dan kiri bendungan. Pada saat musim hujan, bendungan ini bisa dilewati air dengan rekor debit 630 ribu liter air per detik atau ketinggian 250 centimeter yang pernah terjadi pada tahun 1996, 2002, 2007, dan 2010. Bendungan Katulampa mulai dioperasikan pada tahun 1911, akan tetapi, pembangunannya sudah dimulai sejak 1889, sejak banjir besar melanda Jakarta pada 1872. Banjir saat itu dikabarkan membuat daerah elit Harmoni ikut terendam air luapan Ciliwung. Dari Katulampa, sebagian air Ciliwung dialirkan lewat pintu air ke Kali Baru Timur, saluran irigasi yang dibangun pada waktu yang sama. Dari Bogor bagian timur, sungai buatan itu mengalir ke Jakarta, di sepanjang sisi Jalan raya Bogor, melalui Cimanggis, Depok, Cilangkap, sebelum bermuara di daerah Kali Besar, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Air Kali Baru Timur dulu dipakai untuk mengairi sawah yang banyak terdapat di daerah antara Bogor dan Jakarta. Sampai tahun 1990, areal persawahan di Bogor dan Jakarta masih banyak, yakni 2.414 hektar. Namun kini sawah hampir habis. Hanya Bogor dan Cibinong yang masih memiliki 72 hektar sawah, sementara Jakarta sama sekali habis. Sehingga fungsi irigasi Bendung Katulampa bisa dikatakan sudah berakhir akibat punahnya areal persawahan di Bogor dan Jakarta.